Pebandingan Cyber Law
Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya
berasal dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek
yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang
menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat
mulai “online” dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber Law juga
didefinisikan sebagai kumpulan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang berbagai aktivitas manusia di cyberspace (dengan
memanfaatkan teknologi informasi).
Ruang lingkup dari Cyber Law
meliputi hak cipta, merek dagang, fitnah/penistaan, hacking, virus,
akses Ilegal, privasi, kewajiban pidana, isu prosedural (Yurisdiksi,
Investigasi, Bukti, dll), kontrak elektronik, pornografi, perampokan,
perlindungan konsumen dan lain-lain.
a. Cyber Law di Indonesia
Indonesia telah resmi mempunyai undang-undang untuk mengatur orang-orang
yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya. Cyber Law-nya Indonesia
yaitu Undang–Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
•Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda
tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN
Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
• Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
• UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum,
baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang
memiliki akibat hukum di Indonesia.
• Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
• Perbuatan yang dilarang (cybercrime), seperti yang dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
b. Cyber Law di Amerika
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan
Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari
beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan
oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws
(NCCUSL). UETA diadopsi oleh National Conference of Commissioners on
Uniform State Laws (NCCUSL) pada tahun 1999.
Sejak itu 47 negara
bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya
ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa
ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti
retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga
mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang
layak.
UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
Pasal 5 : mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal 7 : memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal 8 : mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 : membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 : menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan
dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang
bertransaksi.
Pasal 11 : memungkinkan notaris publik dan pejabat
lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif
menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 : menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 : “Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan
tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 : mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 : mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 : mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Secara lengkap Cyber Law di Amerika adalah sebagai berikut:
– Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
– Uniform Electronic Transaction Act
– Uniform Computer Information Transaction Act
– Government Paperwork Elimination Act
– Electronic Communication Privacy Act
– Privacy Protection Act
– Fair Credit Reporting Act
– Right to Financial Privacy Act
– Computer Fraud and Abuse Act
– Anti-cyber squatting consumer protection Act
– Child online protection Act
– Children’s online privacy protection Act
– Economic espionage Act
– “No Electronic Theft” Act
c. Cyber Law di Singapore
Cyber Law di Singapore, antara lain:
• Electronic Transaction Act
• IPR Act
• Computer Misuse Act
• Broadcasting Authority Act
• Public Entertainment Act
• Banking Act
• Internet Code of Practice
• Evidence Act (Amendment)
• Unfair Contract Terms Act
The Electronic Transactions Act ditetapkan tgl.10 Juli 1998 untuk
menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi
perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri
Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai
perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
Pada dasarnya Muatan ETA mencakup, sbb:
• Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang
dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak
elektronik memiliki kepastian hukum.
• Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network
service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti
mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga
yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa
perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
• Tandatangan dan Arsip
elektronik Bagaimanapun hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik
untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip
elektronik tersebut harus sah menurut hukum, namun tidak semua
hal/bukti dapat berupa arsip elektronik sesuai yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah Singapore.
d. Cyber Law di Malaysia
Cyber Law di Malaysia, antara lain:
– Digital Signature Act
– Computer Crimes Act
– Communications and Multimedia Act
– Telemedicine Act
– Copyright Amendment Act
– Personal Data Protection Legislation (Proposed)
– Internal security Act (ISA)
– Films censorship Act
Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997, tercatat di kronologis ketertiban.
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan
oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan
perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan
tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka
hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan komputer dan
informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda
komitmen.
Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine
Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan
pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan
fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
Berikut
pada adalah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia 1998 yang mengatur
konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk mendukung
kebijakan nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia
industri. The Malaysia Komunikasi dan Undang-Undang Komisi Multimedia
1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi
Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas
untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan
industri multimedia.
Departemen Energi, Komunikasi dan Multimedia
sedang dalam proses penyusunan baru undang-undang tentang Perlindungan
Data Pribadi untuk mengatur pengumpulan, kepemilikan, pengolahan dan
penggunaan data pribadi oleh organisasi apapun untuk memberikan
perlindungan untuk data pribadi seseorang dan dengan demikian melindungi
hak-hak privasinya.
2. Computer Crime Act (malaysia)
Malaysia
sejak tahun 1997 telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa
perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti
UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan
Multimedia, juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen
UU Hak Ciptanya.
The Computer Crime Act, mencakup mengenai
kejahatan yang dilakukan melalui komputer, karena cybercrime yang
dimaksud di negara Malaysia tidak hanya mencakup segala aspek
kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan internet. Akses secara tak
terotorisasi pada material komputer, adalah termasuk cybercrime.
Lebih lanjut, akses yang termasuk pelanggaran tadi (cybercrime) mencakup
segala usaha untuk membuat komputer melakukan/menjalankan program
(kumpulan instruksi yang membuat komputer untuk melakukan satu atau
sejumlah aksi sesuai dengan yang diharapkan pembuat instruksi-instruksi
tersebut) atau data dari komputer lainnya (milik pelaku pelanggar)
secara aman, tak terotorisasi, juga termasuk membuat komputer korban
untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan oleh pelaku pelanggar tadi.
Hukuman atas pelanggaran The computer Crime Act :
Denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000) dan atau hukuman
kurungan/penjara dengan lama waktu tidak melebihi lima tahun sesuai
dengan hukum yang berlaku di negara tersebut (Malaysia).
The Computer Crime Act mencakup, sbb:
•Mengakses material komputer tanpa ijin
•Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
•Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
•Mengubah / menghapus program atau data orang lain
•Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi
3. Council of Europe Convention on Cyber Crime
Council of Europe Convention on Cyber crime telah diselenggarakan pada
tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah
menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European
Treaty Series dengan Nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif
setelah diratifikasi oleh minimal 5 (lima) negara, termasuk paling
tidak ratifikasi yang dilakukan oleh 3 (tiga) negara anggota Council of
Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan
mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang
maupun kerjasama internasional.
Hal ini dilakukan dengan penuh
kesadaran sehubungan dengan semakin meningkatnya intensitas
digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi yang berkelanjutan dari
teknologi informasi, yang menurut pengalaman dapat juga digunakan untuk
melakukan tindak pidana. Konvensi ini dibentuk dengan
pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut :
Pertama,
bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara
dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk
melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan
teknologi informasi.
Kedua, Konvensi saat ini diperlukan untuk
meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer untuk
melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya
kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat
internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama
internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
Ketiga, saat ini sudah
semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara
pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan
Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan
Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang
memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi,
yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan
informasi/pendapat.
Konvensi ini telah disepakati oleh Masyarakat
Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh negara
manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk dijadikan norma dan
instrumen Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa
mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan
kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
Sumber Referensi:
iqbalhabibie.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30580/V+Cyberlaw.pdf
obyramadhani.wordpress.com/2010/04/14/council-of-europe-convention-on-cyber-crime-eropa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar