Senin, 04 Oktober 2010

gila fotsal

Sejak merambah ke Indonesia 2002 lalu, futsal langsung menjadi olahraga primadona. Ia menjadi lahan bisnis yang menjanjikan. Sejumlah futsal center modern dengan nilai investasi miliaran bermunculan di mana-mana. Tetapi sarana dan cara bermain futsal di tanah air masih menyimpang dari pakem yang berlaku.

Permainan futsal kini semakin digandrungi masyarakat, terutama di perkotaan. Bukan pemandangan aneh lagi, di berbagai kompleks perumahan dan sudut-sudut kampung, lahan-lahan kosong dimanfaatkan orang-orang untuk bermain futsal. Untuk tujuan yang sama, lapangan basket, lapangan bulutangkis dan bola voli pun berubah fungsi. Malah ada yang menyulap bekas gudang menjadi futsal center.

Pola permainannya yang sederhana dan praktis membuat olahraga ini disukai oleh banyak orang, terutama kaum pria. Mereka yang tidak bisa bermain atau tak menyukai sepakbola konvensional bisa dengan mudah ambil bagian di futsal. Peralatannya pun sederhana dan tidak perlu mahal-mahal. Dengan menggunakan sepatu olahraga biasa seseorang sudah bisa bermain.

Tak heran bila olahraga ini menjadi pilihan bagi mereka yang ingin menjaga kebugaran tubuh. Lapangannya yang kecil, hanya selebar lapangan basket, dan permainan cepat yang menjadi karakteristik permainan ini membuat seseorang terus berputar-putar mengejar bola sehingga dalam hitungan menit sekujur tubuh sudah basah kuyup dibanjiri keringat.

"Saya pilih futsal karena olahraga ini paling pas untuk buat saya tetap fresh. Dalam hitungan menit badan sudah terasa capek dan banjir keringat. Kita nggak berhenti istirahat karena dikit-dikit harus bergerak membawa bola," tutur Wahid, salah seorang manajer perusahaan asuransi nasional di Jakarta saat istirahat di pinggir lapangan salah satu arena futsal di kawasan Jakarta Selatan. Ia bersama rekan-rekan sekantornya saban Jumat sore bermain di tempat itu.

Rekan Wahid, Sonny mengaku baru menggandrungi olahraga ini tiga bulan terakhir, tepatnya setelah rekan-rekan sekantornya membentuk klub futsal dan menjadi member di futsal center di Jakarta Selatan. Berbeda dengan Wahid yang sejak kecil sudah senang bermain bola, Sonny sama sekali tak menyukai sepakbola tadinya. "Kadang-kadang menendang bola diam pun saya tak bisa kena," kata Sonny menceritakan pengalamannya dulu.

Kini, setelah masuk klub futsal, Sonny sudah bisa menggiring bola dan melewati lawan. Ia juga sudah bisa menendang bola dengan baik. Di antara anggota seklub, dia satu-satunya yang tak pernah absen ke lapangan futsal. "Buat saya, futsal tak cuma sekedar fun, tapi juga untuk sehatkan badan," kata Sonny.

Cerita Wahid dan Sonny di atas menggambarkan betapa futsal sekarang menjadi olahraga pilihan bagi mereka yang super sibuk dan tidak punya banyak waktu untuk berolahraga. Seorang karyawan di salah satu perusahan swasta di kawasan Sudirman bercerita kalau kelompoknya memanfaatkan waktu istirahat makan siang untuk bermain futsal. Kok bisa?

"Tak perlu khawatir. Di tempat futsal sudah tersedia lengkap kamar mandi, kamar ganti dan restoran. Anda bisa bermain futsal dulu, baru makan siang, terus mandi, lalu balik ke kantor lagi dalam kondisi fresh, praktis kan?" ungkap Frans.

Lahan bisnis
Perkembangan futsal yang begitu luar biasa di masyarakat ternyata menyedot perhatian para pelaku bisnis. Mereka melihat futsal sebagai ladang usaha baru yang menjanjikan. Kini bisnis futsal tumbuh bak jamur di musim hujan. Bukan cuma di Jakarta. Di Surabaya, Bandung, Medan, Palembang, Makassar, dan kota-kota besar lain, bermunculan lapangan-lapangan futsal berstandar internasional. Itu menandakan makin banyak pengusaha yang mencoba terjun di bisnis ini.

Di Kelapa Gading, Jakarta, tercatat ada tiga futsal center, yakni Planet Futsal, Cosmo Futsal, dan Gading Futsal. Ketiganya berada di kawasan yang dekat dengan lokasi perkantoran. Pilihan lokasi itu tentu sudah mempertimbangkan target marketnya, yakni para karyawan dan masyarakat di pemukiman elit Kelapa Gading. "Lokasi ini sesuai dengan target market kami, yaitu para pebisnis, karyawan, dan masyarakat sekitar," ungkap Ardy Ang, bos Gading Futsal seperti dikutip majalah Marketing.

Dia mengaku sejak tiga bulan dibuka, Gading Futsal kebanjiran pelanggan. Rata-rata mereka member yang meneken kontrak antara 3-6 bulan. Kualitas lapangan dan pelayanan yang baik merupakan keunggulan yang ditawarkan Gading Futsal. "Kami sudah merancang dari awal untuk membangun futsal center yang berkualitas dan sehat," kata Ardy.

Tak mau kalah dengan Gading Futsal, Cosmo Futsal memproklamirkan diri ingin sentral futsal Indonesia. "Cosmo Futsal hadir untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan sebuah fasilitas olahraga umum yang tidak hanya dipenuhi beragam fasilitas tapi juga dukungan tenaga profesional yang handal di olahraga itu sendiri," kata Junaedy Purwata, chairman Cosmo Futsal dalam jumpa pers beberapa waktu lalu. "Cosmo tidak hanya sekedar trend saja, tapi berharap tempat ini kelak bisa menjadi futsal center di Indonesia." katanya.

Cosmo Futsal yang berlokasi di Kelapa Gading Jakarta Utara ini menyewa salah satu gudang milik Bulog. Gudang tersebut dirombak menjadi 4 lapangan futsal indoor. Dengan bahan rumput sintetis yang khusus didatangkan dari Belgia, Cosmo Futsal juga dilengkapi locker room, shower rooom, dan cafe & resto.

Lalu berapa besar investasi untuk membangun lapangan futsal? Walau menolak menyebut angka pasti, namun para pengusaha itu mengiyakan kalau untuk membangun satu arena futsal, yang terdiri atas tiga lapangan, dibutuhkan dana sekitar Rp 1,5 - 2 miliar. Angka itu dihitung dari harga rumput sintestis yang besarannya sekitar Rp250-300 juta. Jenis rumput bermacam-macam. Rumput Domo dari Belgia dan Fieldturf dari Perancis jauh lebih mahal dibanding Parksform, produk Cina.

Harga jaring sekitar Rp20-30 juta, sedangkan sepasang gawang harganya Rp 3 juta. Jika ditotal dengan biaya konstruksi dan fasilitas pendukung seperti kafe, shower, toilet dan locker maka investasi untuk satu lapangan berkisar Rp500-600 juta. Jika tiga lapangan maka dana yang dihabiskan untuk membangun arena futsal minimal 1,5 sampai dengan 2 miliar.

Lantaran investasinya lebih dari 1 miliar, wajarlah jika harga sewa pun terbilang tinggi. Harga sewa lapangan dihitung per jam dan berdasarkan peak time yang dikelompokan menjadi weekday dan weekend, serta pagi-sore dan sore atau malam. Harga seewa untuk waktu sore dan malam lebih tinggi dibandingkan pagi atau siang hari. Rata-rata harga sewa lapangan berstandar bagus di Jakarta adalah sekitar Rp150.000 - 450.000 per jam.

Salah Kaprah
Istilah Futsal berasal dari bahasa Portugis, "Futebol de Salao", dan bahasa Spanyol, Futbol de Salon. Futebol berarti sepakbola, sedangkan Salao (Salon) berarti ruangan. Jika diterjemahkan maka Futsal berarti sepakbola dalam ruangan.

Pertama kali dimainkan di Montevideo, Uruguay sekitar tahun 1930. Adalah Juan Carlos Ceriani orang pertama yang memperkenalkan permainan ini dalam sebuah kompetisi untuk kalangan remaja. Dalam kompetisi itu Ceriani membatasi jumlah pemainnya hanya 5 orang per tim, termasuk penjaga gawang. Pertandingan berlangsung di lapangan basket yang beralaskan partikel kayu, dan bukan di lapangan rumput seperti halnya permainan sepakbola konvensional.

Perkembangannya begitu cepat terutama di wilayah Amerika Selatan dan Asia Selatan. Brasil yang dikenal jago di lapangan sepakbola konvensional, ternyata juga menjadi jawara di arena futsal. Mereka menjadi juara di Amerika Selatan antara 1965 hingga 1992, dan menjadi juara dunia antara 1982 hingga 1992. Namun baru pada 1989, futsal masuk dalam agenda FIFA.

Futsal masuk ke Indonesia baru pada 2002 lalu. Tepatnya pada Oktober 2002 ketika Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah kejuaraan futsal tingkat ASEAN. Sejak itu Futsal berkembang pesat dan mewabah hingga ke kompleks-kompleks perumahan dan perkampungan. Bahkan ia menjadi salah satu ajang lomba wajib pada setiap kali perayaan 17 Agustus di perkampungan dan kompleks-kompleks perumahan.

Mungkin karena masih tergolong baru, futsal di Indonesia terkesan salah kaprah. Sarana yang digunakan tidak sesuai dengan standar FIFA. Untuk lapangan misalnya, banyak lapangan yang menggunakan rumput sintetis (artificial grass). Malah di kampung-kampung dan komples perumahan banyak lapangan yang beralaskan beton, karena lapangn yang dipakai sama dengan lapangan basket dan bulutangkis. Padahal menurut aturan FIFA, lapangan futsal beralaskan karpet (matras) atau partikel kayu.

Perbedaan lainnya terletak pada ukuran lapangan. Panjang lapangan futsal nasional berkisar antara 25m-42m dan lebarnya 15m-25m, sementara untuk pertandingan internasional panjangnya 38m-42m dengan lebar 18m-22m. Di beberapa futsal center, ukuran lapangannya cuma disesuaikan dengan luas lahan yang ada.

Bola yang digunakan pun beda. Bola asli futsal cukup berat dan tidak mantul. Di masyarakat umum (di luar futsal center), orang memakai bola plastik yang agak berat. Teknik bermain pun masih menyimpang dari aturan. Masih kerap terlihat adanya tackling dan body charge seperti di sepakbola konvensiona. Mungkin karena pemain kita masih terbiasa dengan gaya sepakbola konvesional, maka banyak futsal center yang memilih menggunakan alas lapangan rumput sintetis. Ini maksudnya agar pemain tidak terkena cedera parah jika ditekel lawan.

Cara bermain yang masih menganut gaya sepakbola konvensional, disamping penggunaan sarana yang salah kaprah tadi, itu yang menjadi salah satu sebab kenapa Badan Futsal Nasional (BFN) PSSI sulit sekali mencari bibit pemain futsal profesional untuk diterjunkan di kejuaraan Asia atau Piala Dunia. Banyak pemain yang masih bergaya sepakbola ketika memainkan futsal.

Biar tahu saja, pemain-pemain bintang Brasil seperti Ronaldinho (Barcelona) dan Robinho (Real Madrid) dulunya adalah pemain futsala. Menurut mereka pemain sepakbola sebaiknya mengenal futsal lebih dulu karena di sana mereka belajar skill mengolah bola dan rotasi posisi secara cepat di areal yang relatif sempit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar